TIMIKA, CARTENZNEWS.com-Untuk bisa mengalirkan air bersih ke 50 ribu rumah warga dalam Kota Timika, Kabupaten Mimika, Provinsi Papua Tengah, Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) membutuhkan anggaran sebesar Rp511 miliar.
Hal ini diungkapkan Kepala Dinas PUPR Kabupaten Mimika, Dominggus Robert Mayaut saat ditemui wartawan di salah satu hotel di Jalan Budi Utomo Timika, Rabu (9/8/2023).
Ia menjelaskan pada Tahun 2014 lalu engineer estimate (EE) untuk penyaluran air bersih ke 50 ribu rumah warga sebesar Rp375 miliar. Namun jika dihitung ulang disesuaikan dengan harga barang saat Tahun 2022 maka EE mencapai Rp511 miliar.
Sementara dana yang disetujui Anggota DPRD Mimika untuk penyaluran air bersih sejak Tahun 2012 sampai 2022 sebesar Rp110 miliar. Itu pun memakan waktu 10 tahun, sehingga proses penyaluran air bersih ke 50 ribu sambungan rumah dalam wilayah kota ini belum bisa terealisasi semuanya.
“Teman-teman yang di dewan ini kan hanya lihat 10 tahun Rp110 miliar, harusnya tahu kebutuhan kita berapa, EE di Tahun 2014 saja sudah hampir 375 milyar. Itu ada nanti saya persentase di pencanangan penyaluran air bersih di Koperkopa tanggal 14 Agutus nanti. Ini bukan mengairi kampung, tapi mengairi kota untuk 50 ribu sambungan rumah, jadi bukan skala kampung. Dan selama 10 tahun itu cuma Rp110 miliar. Kenapa saya bilang cuma karena kalau kebutuhan diharga sekarang sekitar Rp511 miliaran. Selama 10 tahun dikasih Rp110 miliar kapan selesainya,” ucapnya.
Kemudian, pada Tahun 2022 Plt Bupati Mimika yang sedang dinonaktifkan sementara, Johannes Rettob menanyakan kepadanya kebutuhan aggaran untuk air bisa mengalir di 50 sambungan rumah. Menurutnya pertanyaan seperti itu yang dibutuhkan karena ini masalah teknis bukan masalah politis.
“Kalau orang teknis itu setelah mengetahui nilai EEnya, kasih anggaran dulu baru tanya kenapa air tidak mengalir. Kalau saya butuhRp375 miliar pada Tahun 2014, tapi baru dikasih tidak sampai 50 miliar dari 2014 sampai 2017. Bahkan 2017 kami sempat RDP degan dewan waktu itu jaman Pak Hadi Wiyono. Tapi kebijakan anggaran tidak berpihak jadi aneh kalau tanya sudah selesai, kenapa belum mengalir? Saya balik tanya, jangan kita ihat uangnya 110 itu besar. Besar dari mana,” ucapya.
Dikatakan jika kebijakan aggaran tidak mendukung proyek air bersih ini, maka tidak akan pernah selesai padahal air bersih merupakan kebtuhan dasar masyarakat.
Proyek tersebut, lanjut Robert bukan sakala kecil tapi skala besar yang mengaliri 50 ribu sambungan rumah. Jika satu rumah itu ada empat orang yang tinggal maka air bersih itu akan digunakan 200 ribu orang. “Ini asumsi satu rumah empat orang kalau enam orang kan sudah 300 ribu. Jadi ini skala besar, skala kota bukan skala kecil, sakala kampung,” ungkapnya.
Dijelaskan pada Tahun 2022 direview ulang harga barang, ternyata terjadi perbedaan harga yang cukup besar. EEnya sudah mencapai Rp511 miliar. Jika proyek ini tidak segera diselesaikan maka harga barang akan terus semakin mahal.
“Jadi kalau dikasih uang Rp60 milyar seperti tahun ini kita bikin barang bisa kelihatan, kalau dikasih Rp5 milar, Rp2 miliar kapan selesainya. Kebutuhan air bersih ini Rp511 miliar, kalau dikasih setiap tahun Rp10 miliar maka 50 tahun baru selesai. Ini logika. Itupun pasti tidak selesai karena pada tahun kesepulu, tahun kesekian tentu sudah terjadi inflasi, harga barang-barangn naik tidak akan tercapai lagi nilai-nilai yng sebelumya.,” tutur dia.
Ia berharap dalam kebijakan anggaran Tahu 2014, bisa didukung untuk kelanjutan proyek air bersih ini. Jika disetujuak Rp100 miliar atau Rp200 milar itu belum melewati pagu total dinas yang EE Rp511 miliar. “Saya bicara nilai sekarang bukan yang Rp375 miliar pada tahun 2014. Kalau dikasih Rp100 miliar lebih ditambah dengan 60 miliar berarti Rp170an miliar. Makanya tambah lagi Rp150 miliar atau Rp200an miliar sehingga mencapai 80 persen atau 70an persen dari total anggaran yang dinginkan. Jika seperti itu baru bisa jalan menuju ke 50 ribu sambugngan rumah” ujarnya.
Dikatakan yag diperlu diperhatikan juga retribusih air bersih jadi harus disiapkan perangkat, disiapkan SDM siapa yang megelola. “Tidak bisa jalan begitu saja tanpa payung hukum,” ujarnya.