TIMIKA, CARTENZNEWS.com-Ribuat umat mengikuti misa kedua Kamis Putih di Gereja Santo Stefanus Sempan pada Kamis (28/3/2024) malam.
Hampir semua umat yang hadir pada misa itu mengenakan busana bewarna putih.
Dalam perayaan Ekaristi itu dilakukan upacara pembasuhan kaki, yang selalu rutin dilakukan setiap perayaan Kamis Putih.
Ritual pembasuhan kaki dilakukan pastor paroki yang yang memimpin misa, Gabriel Ngga, OFM, terhadap 12 pria dewasa menggambarkan bagaimana kondisi kala Yesus membasuh kaki 12 murid-Nya.
Peristiwa dramatis dalam Injil hari ini terjadi pada malam terakhir sebelum Yesus ditangkap dan disalib.
Dalam perayaan itu juga dilakukan perarakan Sakramen Maha Kudus.
Pastor Gabriel dalam khotbahnya mengatakan perayaan Kamis Putih ini untuk mengenangkan perjamuan malam terakhir Tuhan Yesus Kristus bersama para rasul.
Dikatakan dalam perjamuan malam terakhir, ada dua hal yang ditetapkan oleh Tuhan Yesus Kristus yang hendaknya dan memang harus terus dilakukan sebagai kenangan akan Dia.
Pertama adalah Sakramen Ekaristi. Perayaan Ekaristi sebagai kenangan akan peristiwa perjamuan Tuhan di mana dia memecah-mecahkan dan memberikan tubuh-Nya kepada para rasul.
“Mengenangkan berarti menghadirkan jadi tidak sekedar kenang tapi menghadirkan dan memang dia sungguh hadir di tengah-tengah kita. Mengapa? karena substansi roti dan anggur berubah menjadi Tubuh dan Darah Kristus,” kata Gabriel.
Dia mengatakan semua umat Katolik mengerti hal itu sejak disiapkan untuk mengikuti persiapan komuni pertama.
Dalam ekaristi, umat sungguh menerima Tubuh dan Darah Kristus
Setiap kali perayaan ekaristi, Kristus hadir di situ, dan umat menerima Tubuh dan Darah Kristus dalam rupa roti dan anggur. Maka perayaan Ekaristi menjadi tanda, sarana, karya keselamatan Allah yang hadir dalam perjalanan gereja menuju kesempurnaannya.
“Yesus memberikan Tubuh dan Darah-Nya dalam rupa roti dan anggur demi keselamatan kita manusia. Maka kita yang turut ambil bagian dengan merayakan Ekaristi, dengan menerima Tubuh dan Darah-Nya dalam Komuni Kudus, kita wajib untuk membagi-bagikan hidup kita demi kebaikan, demi kesejahteraan, demi keselamatan sesama,” ajaknya.
Gabriel menyebutkan aksi-aksi puasa, amal kasih yang dilakukan selama masa puasa merupakan bagian dari wujud membagi hidup, membagi diri demi kebaikan, demi kesejahteraan sesama. Jadi bukan hanya sekedar aksi sosial tapi merupakan ungkapan iman akan Yesus Kristus yang rela memberikan diri-Nya, memberikan hidup-Nya untuk keselamatan umat-Nya.
Kedua adalah perintah untuk saling melayani. Ini adala perintah maka harus dilakukan.
Sebagai Tuhan dan guru, Yesus membasuh kaki murid-murid-Nya. Kaki adalah bagian tubuh manusia yang paling bawah, bersentuhan langsung dengan bumi dan kadang-kadang menyentuh kotoran.
Membasuh kaki adalah tindakan seorang hamba, ada kerendahan hati untuk menjadi pelayan.
Ada nilai cinta dan pengorbanan dalam peristiwa membasuh kaki yaitu dengan saling membersihkan, menyucikan dan menguduskan.
“Ini suatu perintah, suatu janji iman bagi bapak-bapak yang berperan sebagai Rasul pada malam yang suci ini dan juga bagi bapak-bapak semuanya untuk kembali ke rumah mengasihi melayani istri dan anak-anak. Tangan-tangan bapak-bapak yang kekar kuat kokoh itu itu bukan untuk melakukan kekerasan dalam rumah tangga, tapi untuk mengasihi dan melayani. Ini pesan untuk semua bapak-bapak,” pesan Gabriel.
Ia menyebutkan cinta kasih itu DNA seorang pengikut Yesus Kristus. Perintah Yesus hanya dua mengasih Allah dan mengasihi sesama yang harus dilakukan dengan segenap hati segenap kekuatan, artinya tidak setengah-setengah.
“Jadi dengan demikian itu sudah menjadi DNA kita satu identitas yang tidak bisa dipisahkan dari diri kita sebagai pengikut Kristus,” pesannya.