TIMIKA, CARTENZNEWS.com- PT Freeport Indonesia selalu mendukung bakat anak muda Papua, terlebih dalam bidang olahraga sepak bola karena bibit-bibit pemain bola sangat banyak di Papua.
Selama ini Freeport sebagai sponsor utama Persipura, klub sepak bola kebanggaan Papua, kini melalui Papua Football Academy (PFA) Cenderawasih yang didirikan Tahun 2022 lalu, Freeport sedang mendidik dan mengoptimalkan talenta 30 anak Papua kelahiran Tahun 2009-2010 menjadi pemain sepak bola yang berintelegensi, kompetitif, percaya diri, adaptif serta berpeluang menjadi pemain sepak bola yang handal dan profesional di tanah air dan internasional.
Sebanyak 30 anak yang sedang dididik dan dibina di PFA ini adalah hasil pencarian bakat di tiga kota di Papua yakni Timika, Merauke dan Jayapura yang saat itu diikuti 477 orang. Siswa PFA sangat beruntung karena selama pelatihan semua fasilitas dinikmati secara gratis mulai dari asrama sebagai tempat tinggal hingga semua perlengkapan untuk kebutuhan sehari-hari. Semuanya dibiayai Freeport.
Meskipun fokus mengembangkan bakat di dunia sepak bola, PFA tidak mengesampingkan pendidikan formal sehingga bekerjasama dengan Sentra Pendidikan Kabupaten Mimika agar siswa tetap menjalani sekolah formal. Bahkan ditambakan kursus peningkatkan kemampuan literasi, keahlian komputer dan pemahaman budaya Indonesia.
Selama delapan bulan berjalan, 30 siswa PFA telah mengikuti 29 laga uji coba pada elit pro academy di Kota Yogyakarta, Batu-Malang, Mojokerto, Bandung dan terkahir pertandingan persahabatan di Stadion GOR Mimika Sport Center (MSC) yang dibangun Freeport pada Sabtu (25/3/2023) melawan Tim Sekolah Sepak Bola (SSB) Timika Putra.
Dalam pertandingan di Timika, Tim PFA dibagin menjadi tim A dan B begitu juga Tim SSB Timika Putra dibagi tim A dan B.
Meskipun usia pemain PFA umumnya 14 tahun terbilang lebih muda dari pemain SSB Timika Putra namun teknik permainan pemain PFA terlihat lebih unggul.
Saat permainan pertama dimulai, Tim PFA A nampak lihai dan sangat menguasai lapagan, namun sampai selesai babak pertama belum ada gol yang tercetak. Meskipun demikian, selama pertandingan penonton dari kalangan keluarga dan teman pemain serta sejumlah wartawan berteriak riuh karena beberapa kali nyaris tercipta gol dari kedua tim.
Memasuki babak kedua pertandinga menjadi semakin seru, penonton bertepuk tangan dan bersorak riuh menyaksikan pertandingan kedua tim. Pada menit ke-36 PFA melakukan tendangan bebas karena salah satu pemain SSB Putra merampas bola dari PFA. Samuel Susim dengan nomor punggung 14 yang berkesempatan melakukan tendangan bebas tidak menyia-nyiakan kesempatan itu. Ia menendang bola dengan keras dan langsung tercipta gol. Sorak riuh penonton kembali terdengar.
Kemudian dalam menit ke-45, Yulius Pigay dengan nomor punggung 22 dari Tim PFA menambah skor untuk timnya. Sementara Tim SSB berhasil mencetak satu gol melalui tendangan pinalti sehingga skor PFA dan SSB Timika Putra menjadi 2:1.
Selanjutnya pada pertandingan kedua, Tim PFA B berhasil mengalahkan lawan Tim SSB Timika Putra B dengan skor 5:0. Gol dua kali dicetak Chorino Jimmy Dimara asal Jayapura, sementara tiga gol dicetak Valentino Santo Wagiu, Romero Aprilian dan Alfons Rizal Saman.
Usai pertandingan, Pelatih SSB Timika Putra, Indra Kalape mengakui penampilan PFA jauh lebih baik meskipun demikian ia mengapresiasi timnya yang sudah menampilkan yang terbaik. “Memang banyak kekurangan dari tim kami. Tim yang pertama mereka tampil ada banyak kekurangan,” ujarnya.
Menurutnya keahlian bermain sepak bolah Tim SSB Timika Putra masih belum sebaik PFA karena tidak mendapatkan latihan yang maksimal. Kendalanya semua pelatih memiliki pekerjaan lain dan juga masalah lapangan.
“Kendala kami pelatih ini terkait dengan pekerjaan jadi memang kalau jadwal latihan tidak bisa datang memberikan materi kepada mereka,” terangnya.
Sementara terkait lapangan mereka hanya berlatih di Lapangan Timika Indah, itupun jika lapangan tidak sedang digunakan. “Kalau sedang digunakan kami hanya jogging di sekitar lapangan. Pasirnya juga beda dengan di MSC,” sebut Indra.
Saat latihan jelang tanding dengan PFA, ia mengatakan sudah mengingatkan tim SBB untuk berlatih ekstra karena yang dihadapi ini PFA. “Kala yang dihadapi sesama SSB mungkin beda. Tapi ini PFA jadi harus latihan ekstra, “ ujarnya.
Sementara itu Fransiskus yang juga sebgai pelatih SSB mengatakan 100 anak yang tergabung dalam SSB Timika Putra ini dibagi jadi dua kategori usia sesuai jadwal latihan. Kategori 15-20 tahun ke atas mengikuti latihan dari Kamis sampai Sabtu, sementara pemain usia tujuh sampai 14 tahun dari Senin, Rabu dan Jumat.
Ia mengaku paling sering melatih pemain karena bekerja di Kuala Kencana sehingga sore hari setelah pulang kantor digunkan untuk memberi latihan. sementara rekan pelatih lainnya bekerja di Tembagapura sehingga tidak bisa rutin memberi latihan.
Untuk tim yangn bertanding melawa PFA kali ini kelahiran 2007 dan 2008, usia mereka lebih tua dari pemain PFA namun untuk teknik permainan ia mengakui PFA lebih unggul. “Kalau penampilan PFA tadi diatas rata-rata karena kekuatan tim,” ujarnya.
kemudian terkait pendidikan dan pembinaan terhadap siswa PFA, Freeport tidak tanggung-tanggug merekrut pelatih-pelatih ternama yang sudah malang melintang di dunia persepakbolaan tanah air. Seperti Wolfgang Pikal yang juga sebagai Direktur PFA pernah menjadi Asisten Pelatih Tim Nasional Sepak Bola Indonesia saat posisi pelatih dijabat Alfred Riedl. Kemudian, Ardiles Rumbiak Pelatih Kepala, merupakan pemain sepak bola Indonesia yang memulai karir profesionalnya di Persipura Jayapura dan berhasil membawa Persipura menjuarai Divisi Utama dan Liga Super Indonesia yang juga memiliki lisensi B PSSI Diploma.
Dalam mendidik dan melatih siswa, PFA menerapkan prinsip sepak bola Jerman dan Austria. Direktur PFA memiliki darah dari dua negara dan ia tahu betul prinsip sepak bola kedua negara tersebut telah menghasilkan sejumlah pesepakbola terkenal di dunia. Prinsip ini lebih ke sikap disiplin. Menurut Wolfgang dari segi bakat, teknik bahkan kecepatan pemain Papua sudah bagus tapi sikap disiplin masih kurang. sementara untuk menciptakan atlet profesional, yang pertama adalah kedisiplinan seperti disiplin manakn, tidur dan lainnya, selain teknik dan taktik permainan.
PFA juga mendidik dari segi karakter untuk megubah kebiasaan anak-anak Papua yang cenderung kasar, tidak disiplin. Siswa juga selalu ditekan untuk respek dan bersikap baik terhadap sesama karena itu diyakini menjadi kunci utama pemain Papua bisa tembus liga Indonesia bahkan tingkat internasiol.
Wolfgang Pikal menyebutkan pernah berdiskusi dengan Direktur Bayern Munchen Academ dan diketahui gaya hidup sama penting dengan bakat. Para pemain bola di Papua memiliki bakat yang sangat bagus tapi gaya hidup kurang baik sehingga menjadi penghambat karir. “Selama di PFA anak-anak kami didik untuk berlaku sopan, ketika berbicara harus menatap mata lawan bicara. Menjaga kebersihan lingkungan, kalau lihat sampah bukan dilalui begitu saja tapi pungut buang ke temptanya dan utamanya kebersihan badan agar tidak bau ketek. Sikat gigi dan potong kuku menjadi bagian dari pembinaan,”sebutnya.
Dalam pelatihan teknik permainan, PFA menekankan gaya bermain penguasaan bola untuk progresif mencetak gol. Semenetara Metode latihan menggunakan filosofi filanesi yang disesuaikan dengan karakteristik sepak bola Indonesia. Ini menjadikan outcome sebagai target akhir menghasilkan pemain profesional.
PFA juga menerapkan FIFA Safeguarding Child, perlindungan terhadap anak sesuai regulasi FIFA. “Pelatih membina tidak menggunakan kekerasan tapi panggil anak bicara dari hati ke hati. Tidak ditegur di depan orang banyak. Kami juga berlakukan beberapa aturan seperti pemakaian telepon genggam hanya bisa pada akhir pekan karena pemakaian HP sangat mempengaruhi memori anak,” ujarnya.
PFA melakukan pendidikan dan pelatihan selama dua tahun, selanjutnya pemain diarahkan memasuki kompetisi elite academy. Sejumlah elit pro academy di Indonesia sudah tertarik dengan pemain PFA, tapi Wolfgang Pikal akan selektif mengingat ada elite pro di Liga 1 tidak semuanya serius karena ada yang hanya sewa satu SSB tapi setelah kompetisi dikembalikan, namun ada juga yang serius.
Ia mengatakan dalam kurun waktu dua tahun untuk menilai perkembangan anak usia dini sangatlah sedikit, bahkan ‘nothing’ “Butuh waktu 8-10 tahun. Pemain muda Eropa butuh waktu selama itu untuk bisa mencapai level top. Tapi ada juga beberapa yang langsung bergabung dengan elite pro academy merupakan pencapaian yang luar biasa dari akademi sepak bola anak usia dini,” ucap Wolfgang.
PFA berencana kembali melakukan pencarian bakat tahap kedua di wilayah Papua untuk kelahiran Tahun 2010 diharapkanya lebih banyak lagi yang megikutinya dibanding sebelumnya.
Wartawan/Editor: Yosefina