TIMIKA, CARTENZNEWS.com-Misa kedua Minggu Palma pada 24 Maret 2024 di Gereja Santo Stefanus Sempan berlangsung meriah.
Ribuan umat memadati dalam gedung dan pelataran gereja.
Misa diawali dengan upacara pemberkatan daun palma di depan Aula Gabriel yang berada di lingkungan gereja tersebut.
Pastor Paroki Santo Stefanus Sempan Timika, Gabriel Ngga, OFM, berjalan mengelilingi semua umat yang hadir untuk memberkati daun palma yang dipegang masing-masing umat.
Kemudian dalam homili pada upacara pemberkatan daun palma itu, Pastor Gabriel mengatakan Yesus memasuki Yerusalem menunggangi keledai disambut meriah oleh khalayak ramai. Dengan menunggangi keledai yang memberikan tanda bahwa Ia adalah Raja Damai yang sederhana.
Yesus tidak mengagungkan kekuasaan tapi mengutamakan pelayanan sebagaimana disimbolkan dengan menunggang keledai.
Dia tidak menginginkan keperkasaan duniawi tetapi mengajak umat mengokohkan iman kepada Tuhan penyelamat, menjadi pembawa kebaikan, pembawa damai, kesejahteraan untuk sesama.
“Sembari kita berarak dan mengeluk-ngelukkan Tuhan kita pun diajak menjadikan Yesus sebagai Raja kita. Biarkan Dia menguasai hati kita sehingga kitapun diteguhkan. Dan kitapun menjadi pembawa damai, kebaikan, sejahtera dan keselamatan bagai sesama sebagaimana Tuhan Yesus Kristus adalah Sang Raja Damai,” ajaknya.
Usai homoli dilanjutkan dengan perarakan menuju ke dalam gereja. Umat berarak sambil melambaikan daun palma dan menyanyikan lagu pujian.
Sementara itu dalam homili pada upacara di dalam gereja, Pastor Gabriel mengatakan Sabda Tuhan pada Minggu Palma ini memberi refleksi yang mendalam tentang dua sisi manusia, kesetiaan dan pengkhianatan, kegembiraan dan penderitaan, penghormatan dan penolakan, cinta dan benci. Diibalik semua ini terdapat pesan-pesan yang sangat penting.
Pertama harus dipahami bahwa tanggapan manusia atas peristiwa Yesus bisa sangat berubah-ubah. Hari ini mereka bisa bersorak-sorai menyambut kedatangan Yesus dengan sukacita dan penghormatan, tetapi tidak lama kemudian mereka berbalik melawannya dan memilih untuk menyalibkan-Nya.
Hal ini mengajarkan bahwa pentingnya untuk tidak bergantung pada pujian atau opini manusia, karena manusia cenderung dan mudah terpengaruh oleh arus pendapat dan keadaan.
Kedua, umat Katolik dipanggil untuk mempertahankan identitas sebagai murid-murid Kristus di tengah tekanan dan pengaruh lingkungan, yang cenderung membuat umat tergoda untuk mengikuti arus pendapat mayoritas atau pengaruh mayoritas.
Ketika merasa terisolasi karena berpegang pada prinsip-prinsip iman, harus diingat bahwa sebagai murid Kristus dipanggil untuk menjadi saksi kebenaran dan kasih.
Hal ini amat penting dalam situasi saat ini di mana terjadi berbagai macam penderitaan, terjadi berbagai macam siksaan terhadap masyarakat seperti yang banyak beredar di media sosial. Tidak hanya itu lingkungan juga dirusak.
“Di satu pihak kita mengagumi indahnya alam tetapi di lain pihak kita tetap merusak lingkungan yang berimbas pada kerusakan diri kita sendiri. Mengapa? Karena kita lebih mengagung-agungkan kekayaan dan mungkin karena kerakusan kita. Maka kita diajak untuk memahami juga makna pengosongan diri yang diajarkan oleh Yesus di dalam bacaan kedua tadi. Pengosongan diri bukanlah tanda kelemahan tetapi kekuatan ketika kita mampu mengosongkan diri dari keegoisan dan ambisi pribadi, sehingga dapat lebih memprioritaskan kedamaian, kerukunan dan kebaikan sesama di atas segalanya,” pesan Gabriel.
Prinsip ini, lanjut dia amat mendesak dalam situasi saat ini secara khusus di Tanah Papua. Ini adalah panggilan untuk hidup dalam kasih yang tulus dan pengabdian kepada sesama manusia. Kita tahu teori ini, kita tahu tentang ajaran ini tetapi di dalam kenyataan selalu terjadi kekerasan di mana-mana dan mungkin di dalam keluarga juga hal itu terjadi,” ucapnya.
Untuk itu dalam konteks pekan suci, Pastor Gabriel mengajak umat mengenang bahwa meskipun Yesus adalah raja, Dia memilih datang dalam damai dan kesederhanaan, bukan dalam kekuasaan dan kemegahan duniawi.
Yesus mengajarkan kepada umat manusia arti sejati dari kedamaian yang datang melalui pengorbanan-Nya. Kisah sengsara Yesus mengingatkan ntuk tidak menghakimi orang lain tetapi untuk hidup dalam kasih dan keadilan.
Pengikut Kristus dipanggil untuk membantu sesama yang kesulitan baik secara spiritual rohani maupun secara fisik, serta untuk mendoakan mereka yang melakukan kesalahan aga dapat memperbaiki diri dan kembali kepada jalan kebenaran.
“ Maka sebagai pengikut Yesus Kristus kita berusaha menyadari sungguh-sungguh eksistensi kita yang selalu membawa kebaikan dan kebenaran, dan berusaha mencari solusi terhadap hal-hal yang tidak beres yang tidak sesuai dengan iman kita,” ungkapnya.
Dia mengatakan menghakimi sesama tidaklah tepat, yang tepat adalah berusaha dalam situasi yang sulit ini, dalam situasi yang tidak sesuai dengan iman kristiani yaitu keadilan, kedamaian dan cinta kasih, mesti menjadi pemecah soal, bukan pembuat soal.
Pengikut Kristus harus berusaha secara kreatif mencari solusi-solusi yang terbaik agar dunia tetap damai, agar Yesus Kristus yang selalu menyamakan dirinya sebagai orang yang terpinggirkan, tersisihkan, yang mengalami kekerasan itu tidak terus-menerus terjadi, tidak terus-menerus Yesus itu disalibkan.
“Dalam menjalani kehidupan sebagai pengikut Yesus Kristus saat ini, mari kita mengambil hikmah dari minggu Palma ini untuk tetap teguh dalam iman dan kasih untuk hidup dalam pengosongan diri dan cahaya Kristus. Cahaya Kristus itu bukan sesuatu yang turun dari langit tetapi harus nampak di dalam tutur kata, sikap dan perilaku kita sehari-hari dalam relasi kita dengan sesama dalam relasi kita dengan lingkungan,” pesannya.
Wartawan/Editor: Yosefina