SAUDARA-saudariku yang terkasih, kepada Yehezkiel Allah bersabda, “Dan engkau anak manusia, Aku menetapkan engkau menjadi penjaga bagi kaum Israel. Bilamana engkau mendengar sesuatu firman dari pada-Ku, peringatkanlah mereka demi nama-K.u” (Yeh 33:7).
Kata ‘penjaga’ lazim kita dengar dalam kehidupan kita setiap hari, seperti penjaga pintu masuk, penjaga taman dan lain-lain. Penjagaan lazim kita temukan di rumah-rumah pemukiman elit, rumah para pejabat dan orang kaya atau di tempat penyimpanan barang yang berharga.
Berbeda dengan apa yang kita tahu dan kenal, Kitab Yehezkiel berbicara tentang peran kita sebagai seorang penjaga yang ditetapkan oleh Tuhan.
Dalam ayat 7, kita melihat bagaimana Tuhan menetapkan Yehezkiel untuk menjadi penjaga bagi kaum Israel.
Hal ini terjadi saat mana orang Israel berada di pembuangan di Babel dan mereka mulai hidup dalam budaya sinkretisme.
Sinkretisme ada sebuah pola hidup yang mengikuti dua agama, yakni Yahudi dan agama baal. Atas situasi nan mengkwatirkan ini, Allah memanggil dan memilih Yehezkiel menjadi penjaga Israel.
Tugas Yehezkiel menjadi penjaga bagi kaum Israel sebenarnya cukup sederhana, yaitu jika Yehezkiel mendengar Firman dari Tuhan, maka Yehezkiel bertugas untuk memperingatkan mereka (kaum Israel) demi nama Tuhan.
Meskipun sepintas terlihat cukup sederhana, akan tetapi tanggung jawab sebagai seorang penjaga tidaklah sesederhana itu.
Memang tugas utama seorang penjaga adalah menjaga. Dalam konteks ini, Yehezkiel diberi tanggung jawab untuk menjaga kaum Israel (bangsanya sendiri). Ia harus menjaga kaum Israel dengan cara menyampaikan Firman Tuhan kepada mereka.
Dalam ayat-ayat selanjutnya bahkan Tuhan menjelaskan secara lebih rinci apa yang harus Yehezkiel lakukan sebagai seorang penjaga. Kepada orang-orang jahat di mana Tuhan berfirman bahwa mereka pasti mati, maka Tuhan menuntut Yehezkiel untuk memperingatkan orang jahat itu supaya bertobat dari hidupnya.
Jika Yehezkiel tidak berkata apa-apa untuk memperingatkan si orang jahat tersebut, sehingga orang jahat tersebut mati dalam kesalahannya, maka Tuhan akan menuntut pertanggungjawaban atas nyawa orang jahat itu kepada Yehezkiel.
Sebaliknya, jika Yehezkiel memperingatkan orang jahat tersebut supaya ia bertobat tetapi ia tidak mau bertobat, maka orang jahat tersebut akan mati dalam kesalahannya, tetapi Yehezkiel akan tetap hidup karena telah melakukan tugasnya sebagai seorang penjaga.
Saudara-saudariku yang terkasih, firman Tuhan ini terlihat sederhana tetapi sebenarnya sangat sulit untuk dilakukan.
Sebagaiman Yehezkiel ditugaskan Allah untuk menjadi penjaga bagi kaum Israel, maka masing-masing kitapun ditugaskan Allah untuk menjadi penjaga bagi orang lain.
Siapa orang lain yang harus kita jaga? Orang lain yang dimaksudkan Allah adalah sesama yang ada disekitar kita. Kita harus menjadi penjaga bagi mereka dan sebaliknya merekapun harus menjadi penjaga bagi kita.
Artinya dalam hidup ini kita kita harus saling mengingatkan jika mereka menyimpang dari jalan Tuhan. Ketika mereka melakukan sesuatu yang salah dalam jabatan publik seperti melakukan korupsi, kita berkewajiban untuk mengingtatkan mereka bahwa apa yang mereka lakukan itu salah.
Jangan karena jabatan kita terus menjadi penjilat lantas melupakan apa yang wajib kita lakukan sebagai orang yang beriman pada Kristus. Allah menegaskan bahwa dosa itu bukan akhir dari segala-galanya.
Memang benar bahwa Allah menghukum setiap orang yang berbuat dosa, tetapi Dia sebenarnya menghendaki kehidupan atau keselamatan bagi umat-Nya. Allah sangat mengasihi umatNya, sehingga Dia memberi kesempatan kepada umatNya untuk bertobat.
Itulah kabar gembira yang harus kita sampaikan kepada sesama. Itulah tugas kita sebagai penjaga bagi sesama. Bahwa kesadaran akan keberdosaan sekiranya membimbing kita kepada pertobatan dan kehidupan, bukan keputusasaan dan kematian. Di sinilah letak tanggungjawab kita sebagai penjaga bagi sesama.
Saudara-saudariku yang terkasih, kehidupan pelayanan atau perjuangan seseorang, baik pelayanan di Komunitas basis, lingkungan birokrasi atau lingkup kerja swasta terkadang mengalami pasang surut.
Ketika nyala api pelayanan sedang berkobar-kobar maka kita akan melayani dengan penuh semangat. Namun kadang kala semangat yang berkobar-kobar itu menjadi redup lantaran suatu kesalahan kecil. Dalam kondisi seperti ini, kita bukannya menjadi penghibur, penasihat dan penopang hidupnya, tetapi justru kita menjadi provokator. Terkadang kita sebagai teman, orang dekat atau orang di sekitarnya justru turut berperan dalam memadamkan api semangat itu.
Kesalahan yang seseorang lakukan seringkali menjadi konsumsi publik karena kita tidak tahu menjaga mulut. Ketika kita tidak bisa menempatkan diri dengan baik dan bijak maka kitapun bisa turut andil dalam memadamkan semangat seseorang dalam melayani bahkan membunuh kehidupan dan masa depannya.
Seperti kita ketahui bersama, dunia teknologi berkembang super cepat dewasa ini, sehingga segala informasi, baik informasi yang baik maupun yang tidak baik, benar maupun tidak benar bisa menyebar dengan begitu cepat. Karena euforia dalam berteknologi maka seseorang bisa dengan sangat cepat dan terampil menyebarkan berita tanpa mengecek kebenaran yang sesungguhnya. Sebagai Murid Kristus kita harus berani meninggalkan kebiasaan buruk ini.
Apa gunanya kita sebagai kaum terbaptis tetapi tingkah laku kita justru jauh lebih buruk dari orang yang tidak mengenal Kristus? Apa gunanya bibir kita memuliakan Tuhan tetapi dengan bibir yang sama kita menghujat dan mencaci maki orang lain. Disaat Perayaan Ekaristi kita begitu sopan dan khusyuk namun keluar dari Gereja kita tidak membawa kegembiraan dan harapan tetapi justru duka dan kecemasan? Mari kita bertobat dan menjadi penjaga bagi sesama.
(**)