TIMIKA, CARTENZEWS.com-PT Freeport Indonesia diminta melibatkan tokoh-tokoh Amungme marga Wanmang dari Kampung Tsinga, Distrik Tembagapura dalam urusan Analisis Mengenai Dampak Lingkungan (Amdal) Freeport.
Hal ini disampaikan Tokoh Masyarakat Amungme, Yohanes Wanmang kepada wartawan di Timika, Senin (30/1/20230)
Menurutnya selama ini Freepot hanya melibatkan Tokoh Amungme dari marga Beanal dan Magal. Padahal menurutnya, Marga Wanmang sudah ada sebelum Beanal. “Kalau Beanal itu dia datang karena Wanmang, Wanmang yang terima dia. Hal ini saya buka sedikit supaya Freeport tahu,” kata Yohanes.
Ia mengatakan Marga Wanmang yang punya Gunung Bikarebu, yang moyangnya bernama Nariki. Sesuai informasi yang didaptkannya terkait Amdal ini, Freeport mau buang limbah di Sungai Nosolahonong dengan begitu otomatis Gunung Wikarebuk akan kena limba. Untuk itu Freeport perlu melibatkan marga Wanmang. “Freeport harus tahu itu selama ini orangtua saya belum pernah bicara tentang ini. Saya komnetar karena selama ini Freeport mau pakai hanya Beanal ini tidak boleh. Saya juga punya hak, coba sekali-kali Freeport panggiil saya, saya punya orangtua sampai dengan saya ini kami tidak pernah bicara tentang hak-hak yang ada,” ujarnya.
“Mulai dari hari ini kalau Freeport bicara tentang Amdal tolong libatkan kami dari Marga Wanmang karena kami punya Gunung Wikarebuk akan terkena dampak limba Freeport. Freeport mau buang limba di Sungai Nosolanoholong jadi kalau bicara itu maka Gunung Bkarebu juga akan kena limba,” ucapnya.
Ia menegaskan jika Freeport mengabaikan permintaannya itu maka ia akan tanam patok tepat di Sungai Nosolanohong, limbah tidak boleh menuju ke sungai itu. “Karana kalau limba mau ke wilayah itu harus bicara dengan saya, saya punya gunung yang akan kena limba. Nama gunung itu dari moyang saya, kita buka mengada-ngadakan sejarah tapi kenyataannya seperti itu,” ujarnya.
“Bukan saya larang marga lain terlibat, tapi saya minta supaya Wanmang juga dilibatkan. Jangan Freeport tahu hanya Magal dan Beanal. Di gunung -gunug di atas itu ada batas- batas dan milik sejumlah marga jadi bukan hanya satu marga punya jadi tolong supaya Freeport harus tahu hal ini,” lanjut Yohanes.
Dia menceritakn dulu Amerika dan beberapa Negara lain melakukan survey di Freeport, ada orang Amungme yang naik bawa batu tambang turun ke pantai, namun karena saat itu orang pantai takut orang gunung turun ke pantai, akhirnya anak dari Mozes Kilangin bernama Efren Wanmang dipercayakan membawa batu tambang sampai ke pantai melewati Sungai Nasolanohong. Bersama orang Kamoro mereka mendayung perahu sampai Kokonao dan pada saat itu orang Amerika berpesan kepada Efren Wanmang bahwa ongkos perahu turun dari gunung dan tenaganya belum bisa dibayar. Nanti setelah batu tambang itu dibawa ke Amerika diperiksa untuk dilihat hasilnya, kemudian perusahaan masuk barulah dibayar.
“Sampai bapa saya juga tunggu sekian tahun tapi belum ada sehingga bapa saya pergi di Arguni karena ada salah satu perusahaan triplek masuk di sana. Dia kerja di sana sampai Freeport dari belakang masuk tapi beliau tidak pernah cerita tentang sejarah itu. sampai mau mninggal baru beliau cerita. Bapa saya baru satu tahun meninggal,” ujarnya.
Sebelum orangtuanya meninggal, Yohanes pernah pergi menceritakan sejarah itu di Natan Kum tapi saat itupembicaraannya dibatasi “Beliau bilang sementara ini kita lagi begini, saya bilang oke. Sampai saat ini saya belum pernah bicara,” ucapnya.
Dia menyebutkan selama ini tidak pernah protes padahal ia juga punya hak ulayat namun tidak pernah dilibatkan oleh Freeport. “Saya punya orangtua juga hidupya dengan sakit hati sampai mati. Jadi tolong kalau Fresport bicara tentang Amdal saya harap Freeport harus libatkan kami dari Marga Wanmang. Supaya jangan timbul kecemburan di dalam kita marga-marga di Suku Amungme ini karena gunung ini bukan hanya punya satu marga tapi ada batas-batasnya,” kata Yohanes.
Ia mengatakan perlu membuka sedikit sejarah ini agar menjadi jelas dan tidak ada kesalahpahaman antara marga-marga Suku Amungme.
Yohanes menambahkan pernah mengadukan hal ini kepada Lembaga Musyawara Adat Suku Amungme (LEMASA) namun menurut dia lembaga itu tidak peduli sehingga ia terpaksana berbicara melalui media. “Kalau LEMASA dan LEMASKO itu tahu sejarah harusnya melibatkan pemilik sesungguhnya jangan libatkan oknum yang tidak tahu sejarah, supaya memberikan masukan yang baik,” pungkasnya.
Wartawan/Editor: Yosefina