TIMIKA, CARTENZNEWS.com-Anggota Fraksi Demokrat DPRD Mimika, Martinus Walilo dalam Pandangan Umum terhadap Rancangan KUA-PPAS Perubahaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Kabupaten Mimika Tahun Anggaran 2024, pada Rapat Paripurna II Masa Sidang III DPRD Kabupaten Mimika di Ruang Rapat Paripurna Gedung DPRD Mimika, Jalan Cenderawasih, SP2, Selasa (1/10/2024), menyoroti Penggunaan APBD Mimika yang tidak transparan.
Dalam Rapat Paripurna ini dipimpin oleh Ketua DPRD Mimika, Anton Bukaleng diikuti 18 dari 33 Anggota DPRD Mimika, Unsur Forkopimda Kabupaten Mimika dan sejumlah tokoh masyarkat ini, Martinus menyampaikan bahwa setelah mendengar penyampaian Pj Bupati Mimika atas Nota Keuangan Rancangan Perubahaan APBD Tahun Anggaran 2024, Fraksi Partai Demokrat mengkritisi beberapa hal yang mendasar.
Menurutnya setelah ditetapkan APBD Mimika Tahun Anggaran 2024, Pemkab Mimika tidak pernah menyerakan Dokumen APBD tersebut kepada DPRD Mimika, sehingga pihaknya menilai transparansi keungan tidak jelas.
Pada Tahun 2024 kwartal 1 dihembuskan ke masmedia oleh pihak eksekutif bahwa telah terjadi defisit anggaran sebesar Rp850 miliar, sedangkan proyek proyek pembangunan belum satu pun yang berjalan. Dana APBD masih mengendap di Bank Papua, selain dari pembiayaan operasional.
“Sesungguhnya defisit tidak akan terjadi ketika senergitas legislatif dan eksekutif berjalan. Mengingat dari tahun ketahun terlihat dan terbukti adanya surplus atau didapatkannya SiLPA,” ujarnya.
Pihaknya berharap kesungguhan Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) dan masing- masing OPD yang berpotensi menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) harus benar benar bekerja dengan maksimal dan juga perlu mengembangkan potensi pendapatan daerah lainnya. “Seperti optimalisasi hasil laut dan pengembangan potensi tambang mineral di Potaiwaiburu dan tempat lainnya” terang Martinus.
Dijelaskan defisit dapat dikendalikan melalui relokasi anggaran, pemotongan anggaran atas giat yang tidak urgent atau melakukan peminjaman Bank Papua mengingat Pemkab memiliki modal simpanan, lebih dari itu bahwa setiap tahun didapat SiLPA. Perlu sinergitasi kerja sama legislatif dan eksekutif mendapatkan dana dividen yang berjalan sejak 2018 sampai dengan sekarang ini. Melakukan koordinasi dengan kontraktor luar Papua yang beroperasi di PTFI untuk membayar pajak pendapat pekerja kepada Pemkab Mimika.
Ia juga menegaskan terkait perlakuan eksekutif terhadap legislatif dalam evaluasi akhir penetapan APBD harus diperbaiki, dimana harus dipastikan bahwa APBD yang sudah menjadi Perda dan diserahkan kepada provinsi tidak mengalami perubahan seperti sebelumnya, yakni aspirasi masyarakat berupa kegiatan kerja atau disebut Pokir, anggarannya dihilangkan oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (eksekutif).
“Padahal Pokir sesungguhnya bagian dari Musrembang dan diamanatkan oleh peraturan pemerintah, telah difasilitasi Pj Gubernur Papua Tengah dan sudah disepakati oleh bupati dan TAPD. Anggaran itu seharusnya bersifat mutlak,” ucapnya.
Martinus menyebutkan perkembangan ekonomi di Kabupaten Mimika dapat diukur dari rugi labanya pt Freeport Indonesia (PTFI) sebagai lokomotif industri keuangan dan pemberdayaan tenaga kerja.
Dalam beberapa tahun belakangan setelah pandemi Covid-19, trend keuntungan PTFI meningkat, terbukti dengan berdirinya pabrik smelter PTFI di Gresik, Jawa Timur yang sudah diresmikan oleh Presiden Republik Indonesia pada 23 September 2024.
“Keuntungan pabrik smelter ini setiap tahun Rp80 triliun, kontribusi PTFI kepada Pemerintah Indonesia melalui pajak dan lain-lain lebih dari Rp110 triliun,” ujarnya.
Pada kesmepatan tersebut ia juga menyoroti hingga saat ini deviden Pemkab Mimika atas divestasi 51 persen saham PTFI kepada Pemerintah RI belum terbayarkan.
Perintah Presiden Republik Indonesia kepada Menteri esdm saat peresmian smelter di Gresik untuk segera menyelesaikan proses divestasi tambahan dan pembayaran deviden kepada pihak terkait yaitu Pemda Provinsi Papua, Papua Tengah dan kabupaten Mimika.
“Kisaran deviden sebesar dua sampai tiga triliun rupiah,” terangnya. (red)