TIMIKA, CARTENZNEWS.com-Sejumlah masyarakat Kamoro yang tergabung dalam Forum Peduli Mimika Wee menegaskan akan menempuh jalur hukum jika ada pihak yang ngotot mencaplok tanah adat Suku Kamoro.
Penegasan ini disampaikan menanggapi tindakan dari sekelomopok warga yang mengatasnamakan Lembaga Musyawara Adat Suku Amungme (Lemasa) mengklaim tanah di wilayah SP 5, Kampung Limau Asri, Distrik Iwaka sebagai tanah adat Amungme.
Rafael Taurekeyau, salah satu anggota forum tersebut saat jumpa pers di Hotel Grand Tembaga, Minggu (13/8/2023) menjelaskan tanah yang dipatok itu merupakan tanah yang digarap Agustinus Anggaibak yang tersertifikasi.
Namun, kata dia entah ada rencana lain dibuat acara bakar batu kemudian dipasang papan nama yang menjelaskan bahwa tanah itu merupakan wilayah adat Suku Amungme.
Padahal, lanjut dia sebenarnya pada umumnya sudah diketahui bahwa menurut Undang-Undang Dasar Tahun 1945 negara mengakui adanya wilayah adat.
“Kemudian ada undang undang juga tentang masyaraat adat, hal –hal inilah yang mulai adanya MRP, otonomi khusus, jadi sebenarnya secara aturan nasional, aturan negara sudah mengakui adanya wilayah adat. Di mana ada nenek moyangmu di situlah wilayah adatmu,” tegasnya.
Ia menyebutkan pihaknya dengan tegas menolak pencaplokan dan jika ada pihak lain tetap ngotot mencaplok maka Forum Peduli Mimika Wee akan menempuh jalur hukum.
“Ini persoalan yang sangat serius, penyampaian hari ini langkah awal kami, jika tidak ditanggapi dan pencaplokam terus dilakukan mau tidak mau kita ke ranah hukum,” ujarnya.
Ia menyebutkan yang namanya tanah adat, mau diperjual belikan, mau dibikin kebun, status tanah adat tidak pernah akan berubah sampai kapanpun.
Menurutnya dua suku asli di Kabupaten Mimika yakni Amungme dan Kamoro, secara administratif telah mempunyai batas yang jelas.
Untuk wilayah adat Amungme batasnya mulai dari Jigi Mugi sampai ke Delema Tagal.
Sementara untuk Kamoro batas wilayahnya mulai dari Potowayburu sampai Nakai, termasuk sampai di Mile 50.
“Saya tekankan lagi kembali, tanah adat itu mau diperjual belikan, bikin kebun, bikin Ruko status wilayah adat tidak akan pernah berubah sampai kapanpun. Negara tahu itu makanya ada undang-undangnya,” kata dia.
Sementara itu Fredi Kemaku yang juga sebagai anggota Forum Peduli Mimika Wee menjelaskan masalah tanah ini sangat kursial, bisa menimbulkan konflik, karena tanah dianggap sebagai mama yang harus diaga dan dilindungi.
“Jadi artinya tanah ini adalah mama kita yang harus kita hormati, kita jaga dan kita rawat baik dan tidak boleh ada yang klaim begitu saja tanah adat kami,” ujarnya.
Dia mengungkapkan tanah Kamoro di Kabupaten Mimika mulai dari Mile 50 sampai di Ombak Picah. Itu sudah dipetakan oleh Antropolog Belanda.
“Tanah Kamoro ini sudah dipetakan dari zaman nenek moyang kami. Jadi sekarang kita konsen hadapi pencaplokan di SP5, kalau besok ada yang klaim lagi kita harus bersuara seperti ini,” ujarnya.
Sementara Roni Nakiaya menegaskan peta wilayah adat sudah jelas jadi sebelum Belanda meninggalkan Papua sudah dipetakan wilayah adat. Masyarakat adat Papua sudah paham batas-batas wiayah jadi jangan karena peta administrasi negara yang baru membuat bisa muncul klaim begitu saja.
“Jadi kalau peta wilayah adat Belanda itu Kabupatem Mimika, khususnya Suku Kamoro masuk dalam wilayah adat Bomberay nanti batas gunung ke sana wilayah adatnya Meepago. Semua pihak di Papua sudah paham hal itu. Orangtua dari Suku Amungme mereka paham mereka mengerti. Cuma generasi yang baru kurang paham mungkin karena terpengaruh aktivitas perekonomian di Mimika berkembang sehingga muncul kepentingan-kepentingan lain. Jadi kami harus tegas berbicara tentang hak-hak dasar masyarakat Suku Kamoro,” sebutnya
Kemudian Anggota DPRD Mimika, Nurman Karupukaro yang juga tergabung dalam Forum Peduli Mimika Wee menjelaskan kegiatan jumpa pers yanh dilanjutkan dengan diskusi itu mengangkat tema ‘stop merampas dan mencaplok tanah adat kami’, karena ini ingin menegaskan kepada semua orang yang ada di Mimika bahwa tanah adat Kamoro sudah ada beribu-ribu tahun lalu sehingga tidak bisa diklaim begitu saja oleh pihak lain.
“Karena itu sudah merupakan turun temurun dari Tuhan kasih ke suku kamoro, orang Mimika,” ucap dia.
Wartawan/Editor: Yosefina